23 September 2008

Kisah Resah Sang Bromocorah

Edit Posted by with No comments
True History Of The Kelly Gang
Peter Carey | PT Serambi Ilmu Semesta

Sekali lagi Peter Carey mampu membuktikan kepiawaiannya sebagai seorang novelis setelah sebelumnya sempat berjaya dengan Oscar and Lucinda di tahun 1988.

Kedua novelnya, termasuk True History Of The Kelly Gang, telah meraih penghargaan sebagai buku terbaik versi Commonwealth Writers Prize. Sebagai pemenang The Booker Prize, Peter memang membuktikan setidaknya bukan hanya di wilayah koloni Inggris, tetapi bagi seluruh pembacanya dimanapun, jika buku ini memang layak baca.

Tak rugi jika harus merogoh saku sedikit dalam untuk bisa menikmati ketajaman liku-liku hidup sang penjagal yang terkenal kontroversial Ned Kelly. Kisah Ned Kelly begitu popular di Autralia dan sempat di filmkan beberapa kali bahkan salah satunya dilakonkan oleh bintang Rock and Roll Mick Jagger.

Kisah hidup Kelly kecil memang penuh dengan kekerasan. Begitu banyak kekejaman hidup yang seharusnya tak pantas dialami bocah seumuran Kelly waktu itu.

Namun tuntutan untuk dapat terus menyambung hidup bahkan demi sebuah harga diri, Kelly rela mempertaruhkan segalanya. Hidup di tengah lingkungan yang penuh dengan bajingan, ayah maupun sanak keluarga yang kerapkali keluar masuk penjara, serta desakan dari berbagai pihak yang seringkali membuat keluarga Kelly terjatuh dalam lubang derita, menjadi pelajaran yang harus dibayar mahal oleh Ned Kelly.

Betapa tidak, seolah-olah tak satupun keberuntungan datang menghampiri kehidupan Kelly. Bahkan di saat Kelly menginjak remaja dan tengah dimabuk cinta, Kelly harus rela menepikan kebahagiaannya lantaran demi menghindari kejaran polisi. Kelly dan polisi seolah menjadi simbol mata rantai yang tidak terpisahkan.

Dimana ada Kelly, maka di situ dia harus berhadapan dengan polisi. Benar atau salah, jujur atau difitnah, Kelly seolah selalu ketiban sial.

Itulah mengapa Peter Carey seolah-olah mencoba ‘membantu’ Ned Kelly untuk menunjukkan pada semua orang terutama kepada Putri Kelly, bahwa kejujuran tidak selalu membuahkan kebenaran. Novel ini seolah-olah menjadi ‘pembenaran’ atau sekedar ‘pembelaan’ atas tindakan kriminal Kelly.

Namun semua itu kembali terserah anda. Apakah akan menerima kesalahan Kelly lantas memaafkan dosa-dosanya atau hanya sekedar menjadikan History Of The Kelly Gang sebagai hiburan semata. Lepas dari apapun keputusan pembaca, Carey paling tidak telah mampu membangkitkan imajinasi pembaca tentang alam liar di daratan Australia pada masa itu.

Kisah mengharukan ini diwarnai dengan ungkapan-ungkapan sarkasme khas budaya bertutur di kalangan bramacorah. Perkelahian seru, keputusan Kelly untuk menjadi petinju, baku tembak, menapak terjalnya alam perbukitan liar demi sekedar menyelamatkan nyawa, termasuk adanya mitos mengenai rumah kutukan serta hantu kuno Banshee, telah mampu menggambarkan betapa suram dan mengerikannya kehidupan keluarga Kelly.

mitha laksono

RUU tentang Pornografi Menghambat Pembebasan Perempuan

Edit Posted by with No comments
Menjelang Pemilu 2009, saat semua partai, baik itu partai-partai politik lama maupun maupun partai-partai politik baru, beramai-ramai menonjolkan program mereka untuk mendukung kesetaraan bagi kaum perempuan, mendukung kuota 30% TETAPI MAYORITAS (Golkar, Partai Demokrat, PKS, PAN, PKB, PBR, PBB, Partai Pelopor, PPP) DARI MEREKA, TIDAK ADA SATUPUN YANG MEMPUNYAI SIKAP TEGAS MENOLAK RUU TENTANG PORNOGRAFI, SEMENTARA PARTAI-PARTAI POLITIK BARU JUGA BERSIKAP MASA BODO/TIDAK MAU TAU.

KELUARNYA PDIP DAN PDS BELUM MENUJUKKAN KOMITMEN YANG SERIUS TERHADAP PEMBEBASAN PEREMPUAN. Bagi kami, jika RUU tentang Pornografi ini disahkan akan menjadi ancaman bagi pembebasan perempuan karena pertama, definisi yang tertulis dalam ruu tersebut menyerang seksualitas dan politik perempuan – yang dalam masyarakat patriarkhi seksualitas pasti selalu dikaitkan dengan perempuan, kontrol terhadap seksualitas perempuan adalah cerminan masih kuatnya budaya patriarkhi dalam pemerintahan dan parleme! n kita. Selama tubuh perempuan masih dalam kontrol negara maka selamanya akan menghambat kemajuan dan partisipasi politik perempuan. Kedua, berpotensi besar untuk mengkriminalkan perempuan dan anak yang terlibat dalam industri pornografi tanpa melihat latar belakang mengapa mereka bisa terlibat industri pornografi.

Banyaknya kaum perempuan dan anak yang terlibat dalam industri pornografi didorong oleh kondisi sosial, terutama kemiskinan yang semakin akut yang disebabkan tidak tersedianya lapangan pekerjaan, PHK massal, pendapatan yang rendah, harga-harga naik. Ketiga, ruu mendukung lahirnya perda-perda yang akan menghambat kemajuan kaum perempuan untuk terlibat dalam ranah public. Keempat, dengan adanya ruu ini pemerintah dan parlemen justru melegalkan diskriminasi dan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan mengkontrol kehidupan personal masyarakat, terlebih lagi juga melegalkan tindakan premanisme untuk mengontrol, mengatur, mengawasi bahkan merepresi kaum perempuan dan warga negara.

Industri pornografi adalah pokok persoalan bagi komersialisasi seksualitas perempuan, dan industri ini mengeruk keuntungan dari penghancuran kemanuasiaan perempuan. Selama ini terus dilindungi oleh penguasa, demi keuntungan ekonomi, maka industri pornografi akan menyeret rakyat dalam rantai produski dan distribusi di dalamnya. Sehingga menyerang, menghakimi dan menghukum rakyat yang mencari makan dari industri pornografi adalah politik kekuasaan yang anti rakyat, mengalihkan tanggung jawab negara atas kesalahan industri pornografi, sekaligus politik penguasa yang lepas tangan terhadap situasi rakyat yang miskin tanpa lapangan pekerjaan.

Jelas sekali, ketidakmampuan pemerintahan SBY-Kalla untuk menyejahteraan kaum perempuan ditutupi dengan mengusulkan sebuah ruu yang justru membelenggu perempuan. Saat ini yang dibutuhkan oleh perempuan adalah lapangan pekerjaan yang layak, sembako yang murah, kesehatan gratis, pendidikan gratis, upah yang layak dan kehidupan yang lebih baik.

Dengan disahkannya ruu ini maka upaya pemenuhan kuota 30% keterwakilan perempuan dalam pendaftaran calon legislative untuk pemilu 2009 akan kehilangan makna politiknya bagi upaya mendorong maju perempuan. Pemilu 2009 hanya akan menjadi ajang politik dagang sapi, dan perempuan dibutuhkan hanya untuk memperbanyak suara. Pemerintah SBY-Kalla, elit politik dan partai-partai politik yang mendukung pengesahan RUU Tentang Pornografi sama saja anti kesetaraan kaum perempuan.

Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika dengan tegas menolak pengesahan RUU tentang Pornografi, dan menyerukan kepada seluruh kaum perempuan dan rakyat miskin Indonesia untuk membangun persatuan tanpa terkooptasi dan independen untuk melawan politik elit yang anti perempuan dan anti rakyat miskin.

Kaum Perempuan Bersatu;
Bentuk Organisasi Payung Perempuan Nasional
yang Mandiri dan Non-Kooptasi

Jakarta, 17 September 2008 | Vivi Widyawati | Koordinator

KOMITE NASIONAL
JARINGAN NASIONAL PEREMPUAN
MAHARDHIKA (KN-JNPM)
Sekretriat: Jalan Manggarai Utara I Blok H No. 6 A, Jakarta Selatan
Tel/Fax: 021-8297332, Email: mahardhika.kita@ gmail.com

17 September 2008

Cinta

Edit Posted by with 1 comment
Setiap kali melihat Cinta Laura, itu loh sosok yang kini sedang “kontroversial”, saya selalu ingin tertawa, dan bukannya sekedar tersenyum. Bukan karena Cinta Laura begitu lucu, imut-imut atau begitu istimewa sebagai seorang artis. Namun saya selalu memandangnya dari sudut yang lain. Lagi-lagi ini berkaitan dengan Tia kecil saya.

Semuanya bermula dari obrolan iseng geng Imut. Sekali lagi ini bukan pula sebuah geng yang anggotanya terdiri dari orang-orang Imut. Melainkan singkatan dari Ibu-Ibu Mutiara. Mutiara sendiri adalah tempat Tia bersekolah sekaligus tempat geng Imut dideklarasikan tanpa sengaja. Tentu saja akibat seringnya kumpul bareng di depan sekolah, sembari menunggu anak-anak pulang.

Waktu itu, seperti biasa, kami anggota geng yang beranggotakan empat orang sedang asyik ngumpul sambil ngobrol ngalor ngidul. Karena lokasi kumpulnya di pinggir jalan di seberang TK Mutiara, atau tepatnya di teras rumah penjual gado-gado, maka kami bebas mengomentari apa saja yang lewat di jalan depan rumah. Saat itu tiba-tiba melintas sebuah sepeda motor dengan pemandangan mencolok. Mungkin bagi sebagian orang, pemandangan itu adalah hal biasa saja. Tapi entah mengapa mulut kami gatal untuk tidak mengomentari pasangan yang tampak begitu “lengket” di atas motor tersebut. Benar-benar lengket dalam arti yang sebenarnya.

“Namanya juga cinta”, begitu F membuka percakapan pagi itu. “Iya, tuh. Masak-pagi-pagi berangkat sekolah sudah begitu. Ntar nggak sampai sekolah lagi”, T menimpali. Saya yang lagi asyik menikmati sepiring gado-gado masih belum berkomentar. Hanya manggut-manggut. “Oalah memangnya nggak pernah nyoba yang kayak gitu ya. Situ kan pernah muda juga”, R yang kabarnya dulu suka gonta-ganti pacar bicara sambil tersipu-sipu.

“Bener juga lo. Kalau cinta memang bikin orang gelap mata. Dunia rasanya cuma milik berdua”, F menimpali kembali. Waduh-waduh. Pagi-pagi ngomongin cinta. Sampai-sampai si penjual gado-gado yang masih pengantin baru, pipinya bersemu merah. “Tuh, kan. Bener nggak mbak? Cinta itu apa sih?”, saya mulai ikut-ikutan. “Saya nggak ngerti Mbak. Pokoknya rasanya udah pasrah aja diajak nikah. Mau dibawa kemana aja ngikut”, jawab si Mbak penjual gado-gado.

“Walah, kok pasrah gitu. Cinta ya cinta. Tapi jangan nyerah aja. Ntar kalah sama suami lo”, F yang suka kelewat tegas sama suami protes keras. “Ini bukan masalah menang atau kalah. Tapi seberapa besar arti cinta dan makna cinta”, T yang terkenal paling sensitif tidak mau ketinggalan.

Waduh. Topik jadi semakin panjang dan berat. Bisa-bisa menimbulkan pertikaian antar anggota geng. Untung belum sempat memanas, bel sekolah berbunyi. Itu tandanya anak-anak pulang dan kami harus menyudahi pertemuan hari ini. Kamipun membayar ongkos gado-gado masing-masing. Setelah saling berjanji untuk bertemu besok, kamipun berpisah. Tiba-tiba F yang belum puas berputar kembali dan berkata, “Besok kita harus sudah dapat jawabannya”. Setujuuuu.

Sore hari saya menemukan Tia tengah asyik memelototi teve sendiri. Saya mencoba melihat saluran dan acara apa yang tengah dinikmatinya. Ternyata Tia tengah serius mengikuti sinetron Upik Abu dan Laura di RCTI. Saya mencari remote teve dan mencoba untuk diam-diam mengganti channel. Dan benar-saja, Tia marah besar.

“Jangan diganti, Bu. Itu tadi aja. Bagus. Mbak Tia suka”

“Kenapa kok Mbak Tia suka yang tadi?”

“Iya, soalnya bagus”

“Bagusnya kenapa? Apa sih yang Mbak Tia suka?”

Tia diam. Sambil kebingungan mencari jawaban, akhirnya Tia berkata, “Nggak ngerti, mbak Tia”. Lalu sayapun menjelaskan padanya kalau itu adalah cerita untuk orang dewasa. Belum waktunya Tia boleh melihat sinetron tersebut, terbukti kalau dia belum bisa memahami benar isi ceritanya. Lalu channelpun saya ganti dengan saluran teve anak.

Tiba-tiba saya teringat percakapan dengan geng Imut pagi tadi. Iseng-iseng saya bertanya pada Tia, “Mbak Tia, tadi kan di sinetron ada yang bilang cinta. Mbak Tia ngerti nggak cinta itu apa?”. Tanpa saya duga, Tia tersenyum-senyum sendiri. Lantas dia menggelayut di lengan saya sambil berkata malu-malu, “Yaaaa, Cinta Laula itu tadi. Makanya tevenya diganti aja ya. Mbak Tia suka lihat Cinta Laula”. Oalah………dan Tiapun bersenandung “ baby baby my baby….”

09 September 2008

Jika Tia Melarang Ayah ke Kantor

Edit Posted by with 1 comment













Beberapa bulan lalu, ada dialog seru antara Tia dan ayah. Pagi, sepeti biasa, ayah sudah siap-siap mau berangkat, bawa ransel, dan berjalan ke arah sepeda motor. Mendadak Tia bertanya serius.

Ayah mau kemana?
Ya mau kerja. Cari uang, buat beli bonekanya Tia.

Ke yang dulu itu, yah?
Iya. Kamu masih ingat ya?

Masih. Yang naik sepeda motornya naik-naik itu kan?
Iya, pinter.

Ayah gak usah kerja po'o.
Loh, kalau ayah gak kerja gimana?

Mbak Tia gak seneng. Teman-temannya ayah a-at!
Temen yang mana? Nggak kok. Temennya ayah baik. Kamu kan udah pernah ketemu sama temen-temen ayah?

Aduh ayah ini. Mokong! Ini ae lho, main kereta api. Aku punya bagus kon. Bisa jalan-jalan. Ada rel-nya.
Nanti malem ya. Ayah pulang, trus main sama Mbak Tia. Tapi ayah mau sama yang ada pesawatnya. Yo'opo? Sekarang ayah tak kerja. Kalau ayah gak kerja, gak dapat duwit buat beli susu.

Gak! Temennya ayah a-at! Kantornya ayah banyak hantunya!
Waduh, nggak-nggak.

Lalu Tia lari, langsung mlungker di depan televisi. Tidak mau diajak ngomong sama ayah. Bahkan saat malam, ketika ayah tiba. Heran juga (tak lama berselang, baca blog AJI Surabaya sama blognya Om Totok. Aduhhh...)

07 September 2008

A-at!!

Edit Posted by with 1 comment
Memasuki usianya yang ketiga, putri kecil kami semakin lucu saja tingkah lakunya. Mulai dari gaya bicaranya yang kadang membuat kami bingung (karena tidak mengerti apa yang dimaksud) maupun spontanitasnya mengucapkan kata-kata barunya yang tak terduga.

Misalnya saja ketika dia sedang marah. Pernah suatu kali si kecil marah kepada saya dan dengan mimik muka cemberut yang membuat saya semakin ingin tertawa, dia tiba-tiba saja berkata, “Huh, Ibu ini. Udah aku mau kerja aja”.

Begitu mendengar omongannya yang ketus itu, spontan saja saya yang awalnya sudah geli semakin ingin tertawa. Saya jadi teringat setiap kali saya marah pada si kecil, saya memang seringkali mengatakan padanya kalau saya akan kembali bekerja.

Tentu saja dengan harapan dia akan menghentikan kebandelannya. Dan jika sudah begitu biasanya dia pasti akan menurut dan menghentikan kenakalannya. Saya berpikir kalimat ini ampuh juga untuk menghalau sifat usilnya kalau sedang muncul.
Padahal kalau mau jujur sih, sekarang saya pasti lebih memilih untuk menjadi ibu rumah tangga dan menemaninya bermain seharian, daripada harus berkutat dengan pekerjaan dan memendam rasa kangen atas kelucuannya.

Tak hanya saya dan suami, keluarga, kerabat jauh, teman-teman, maupun tetangga, seringkali gemas melihat tingkah lucu dan ‘aneh-aneh’ yang seringkali dilakukan si kecil.

Mereka seringkali menggoda dan memancing, untuk melakukan hal-hal lucu. Namun jika sudah keterlaluan mereka menggoda si kecil, maka ujung-ujungnya dia pasti akan marah dan mengeluarkan kata ajaibnya, yang kini tak hanya digunakan oleh si kecil jika dia sedang ngambek. Namun kami semua kerapkali juga ikut menggunakan kata itu, meski sekedar untuk mencairkan suasana. Apalagi jika diantara kami, orang-orang dewasa, terjadi’perang dingin’dan tak terselesaikan alias buntu tak ada jalan keluar. Kata yang satu ini pasti ampuh untuk meredakan kembali ketegangan diantara kami. A-at alias jahat.

Si kecil senang sekali mengucapkan kata a-at jika sedang marah, tentu saja sambil pasang muka cemberut. Kalau sudah keluar kata yang satu ini, kami pasti akan tertawa dan merasa sukses menggodanya. Keponakan, bude, kakek, nenek, dan para tetangga juga hafal dengan kata ini. Rupanya kebiasaan ini sudah jadi trade mark si kecil. Bahkan sebagian dari tetangga ada yang iseng memanggil si kecil dengan sebutan kata ini.

Ada pula yang guyon dengan maksud menggoda si kecil dengan menanyakan siapa orang paling a-at sekampung? Dengan keluguannya si kecil pasti langsung menjawab ‘adek’ tanpa merasa berdosa. Kadang ada rasa kesal juga pada para penggoda itu. Namun kalau dipikir-pikir, si kecil makin banyak teman dan terkenal di kompleks kami. Tentu saja populer dengan kata a-atnya.

Sindrom kata a-at tak hanya merebak di kalangan tetangga dan orang-orang terdekat. Namun penjual bakso dan gado-gado keliling langganan kami pun tak luput kena semprot si kecil. Alhasil mereka kini tak lagi asing dengan kata yang satu itu. Bahkan jika mau curang, kami bisa saja selalu mengambil keuntungan dari kesempatan ini. Mengingat kami cukup sering mendapatkan tambahan gratisan bakso atau gado-gado jika si abang penjual lagi baik hati.

Setelah mendapatkan umpatan a-at, biasanya mereka akan langsung berbaik hati dengan memberikan bonus kepada kami. Entah karena gemas atau takut si kecil akan menangis.

Pernah suatu kali saya benar-benar sedih ketika si kecil melontarkan kata a-at kepada saya. Dengan mimik muka hampir menangis, saya yang biasanya selalu tertawa tiap kali mendengar kata itu keluar, kali ini langsung iba pada si kecil. Bagaimana tidak, si kecil tak hanya menyebut saya a-at namun juga mengatakan jika saya tak lagi jadi temannya. Kontan saya memutar akal untuk kembali membuatnya senang.

Saya teringat jika dia suka sekali dengan ikan. Maka dengan sedikit bujuk rayu, saya menjanjikan padanya untuk membeli ikan kesukaannya. Dan tersenyumlah si kecil sambil berkata “Ibu baik deh”. Sejak saat itu saya berjanji dan berpikir bagaimana caranya agar si kecil tak lagi suka mengucapkan kata a-at. Saya sempat khawatir juga dengan perkembangan mentalnya jika dia terus-terusan mengucapkan kata itu.

Selalu menganggap semua orang jahat dan tidak menyayanginya. Namun pas lagi asyik-asyiknya memutar otak, tiba-tiba dari belakang muncullah keponakan saya. Dengan santainya dia melintas sambil iseng mencubit si kecil. Kontan saja darah saya rasanya langsung naik sampai ke ubun-ubun begitu mendengar si kecil menjerit sambil berteriak a-aaaaaaat.........

>> mitha laksono

03 September 2008

Not Every Woman Supports Women's Rights

Edit Posted by with No comments
Yap. Tidak semua wanita bisa memperjuangkan hak wanita. Jadi memilih presiden perempuan? Aduh, mikir dulu ya, jeng. Tak percaya, baca artikel di web NOW (National Organization for Woman) ini.

Statement of NOW PAC Chair Kim Gandy on the Selection of Sarah Palin as John McCain's Vice Presidential Pick

Sen. John McCain's choice of Alaska governor Sarah Palin as his running mate is a cynical effort to appeal to disappointed Hillary Clinton voters and get them to vote, ultimately, against their own self-interest.

Gov. Palin may be the second woman vice-presidential candidate on a major party ticket, but she is not the right woman. Sadly, she is a woman who opposes women's rights, just like John McCain.

The fact that Palin is a mother of five who has a 4-month-old baby, a woman who is juggling work and family responsibilities, will speak to many women. But will Palin speak FOR women? Based on her record and her stated positions, the answer is clearly No.

In a gubernatorial debate, Palin stated emphatically that her opposition to abortion was so great, so total, that even if her teenage daughter was impregnated by a rapist, she would "choose life" -- meaning apparently that she would not permit her daughter to have an abortion.

Palin also had to withdraw her appointment of a top public safety commissioner who had been reprimanded for sexual harassment, although Palin had been warned about his background through letters by the sexual harassment complainant.

What McCain does not understand is that women supported Hillary Clinton not just because she was a woman, but because she was a champion on their issues. They will surely not find Sarah Palin to be an advocate for women.

Sen. Joe Biden is the VP candidate who appeals to women, with his authorship and championing of landmark domestic violence legislation, support for pay equity, and advocacy for women around the world.

Finally, as the chair of NOW's Political Action Committee, I am frequently asked whether NOW supports women candidates just because they are women. This gives me an opportunity to once again answer that question with an emphatic 'No.' We recognize the importance of having women's rights supporters at every level but, like Sarah Palin, not every woman supports women's rights.

Menolak Kenaikan BBM adalah Upaya Menyelamatkan Bangsa

Edit Posted by with No comments
PERNYATAAN SIKAP KOALISI PEREMPUAN INDONESIA
Untuk Keadilan dan Demokrasi
MENOLAK KENAIKAN BBM ADALAH UPAYA MENYELAMATKAN BANGSA

Meski suara-suara penolakan bergema diseluruh penjuru negeri pemerintah menutup mata dan telinganya dengan tetap mengumumkan kenaikan BBM pada 23 Mei silam. Keputusan sepihak yang diambil pemerintah ditengah kondisi perekonomian rakyat yang tidak menentu adalah bukti pelepasan tanggung jawab pemerintah untuk mensejahterakan rakyat.

Dalih menyelamatkan keuangan negara yang menjadi legitimasi pemerintah untuk meningkatkan harga BBM hingga 287% patut menjadi pertanyaan. Terlebih banyak fenomena yang bisa menggugurkan argument tersebut. Meningkatnya angka penjualan mobil mewah ke Indonesia yang diprediksi mencapai 80% pada tahun 2008 adalah sebuah ironi ditengah sulitnya perekonomian Negara. Argumen tersebut semakin sulit dicerna oleh logika ketika pemerintah tidak bersikap transparan dalam mempertanggungjawabkan penggunaan keuangan negara.

Naiknya harga bahan bakar minyak yang merupakan kebutuhan vital semakin menghimpit kehidupan rakyat Indonesia. Kenaikan BBM ini jelas akan menimbulkan efek domino yang saat ini sudah mulai terlihat. Harga kebutuhan pokok melambung tinggi dan pada ujungnya akan meningkatkan angka kemiskinan di negeri ini. Perempuan dan anak kembali harus menanggung beban dampak kenaikan BBM itu. Proses tumbuh kembang anak yang notabene membutuhkan kecukupan gizi untuk berkembang secara optimal sudah pasti akan terhambat. Melesatnya angka busung lapar dan kurang gizi hanya tinggal menunggu waktu.

Belum lagi program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang menjadi cara pemerintah untuk meredam dampak kenaikan BBM kerap memunculkan masalah baru. Alih-alih membantu rakyat untuk bertahan dari efek domino kenaikan BBM BLT justru menumbuhkan mental sebagai bangsa pengemis. Belum lagi pelaksanaannya di lapangan yang sering menimbulkan kericuhan dan kerusakan.

Menyadari kerusakan luar biasa yang akan muncul sebagai efek kenaikan BBM Koalisi Perempuan Indonesia dalam aksi ini menyerukan penolakannya terhadap keputusan kenaikan BBM dan menuntut pemerintah untuk :

Menarik kembali keputusan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak
Memberikan laporan transparan terhadap penggunaan anggaran Negara
Menghentikan impor dan meningkatkan pajak mobil mewah
Memotong tunjangan pejabat Negara
Menghentikan program Bantuan Langsung Tunai dan menggunakan dananya untuk membuat program padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja
Melakukan negosiasi pembayaran utang luar negeri

Pernyataan sikap ini bukan sekadar seruan belaka tapi lebih dari itu pernyataan ini adalah bentuk tuntutan kepada pemerintah untuk bertanggung jawab memberikan kehidupan layak bagi bangsa.

01 September 2008

Sky Burial : Mitos para Dewa dan Cinta

Edit Posted by with No comments
Sky Burial (Pemakaman Langit)
Xinran Xue | PT Serambi Ilmu Semesta

Dereten pegunungan dengan puncak bersalju, padang rumput maha luas tiada bertepi, kesunyian panjang dan kegetiran tiada akhir. Setidaknya itulah gambaran tantangan yang harus ditaklukkan di Negeri Tibet. Dimana Shu Wen, tokoh utama, seorang wanita tangguh dari China mencoba menemukan kembali cinta sejatinya.

Mereka harus berpisah karena sang suami ditugaskan sebagai Menba, dokter, untuk membantu korban perang di Tibet. Namun sejak saat itu Kejun, sang suami tak pernah kembali. Merasa penasaran dan disertai tekad yang begitu besar untuk menemukan keberadaan Kejun, Shu Wen memutuskan untuk pergi menyusul ke ranah perang.

Selama 30 tahun lebih pengelanaannya, Shu Wen mengalami berbagai cobaan dan ujian yang begitu mengharukan. Demi menemukan kembali sang suami, Shu Wen harus rela meninggalkan kehidupannya di China. Wen memutusan bergabung dengan dinas kemiliteran tempat suaminya ditugaskan, yang hendak dikirimkan kembali ke medan tempur Tibet. Namun begitu sampai di Tibet, Shu Wen ternyata tak langsung bisa bertemu dengan Kejun. Tanpa petunjuk apapun, buta segala informasi tentang gejolak politik maupun struktur kehidupan sosial budaya di Tibet, Shu Wen nekad mencari sang suami. Shu Wen yakin, Kejun belum mati.

Alam Tibet ternyata tak seramah yang Shu Wen bayangkan. Berkali-kali Shu Wen harus berhadapan dengan keganasan alam maupun kehidupan masyarakat Tibet yang terkenal bengis. Cerita seram tentang pemakaman langit, dimana sebuah mayat harus dibelah bagian-bagian tubuhnya untuk kemudian diserahkan pada burung naza. Burung-burung pemakan bangkai itu dipercaya masyarakat Tibet akan mampu mengantar arwah si orang meninggal ke surga.

Pola hidup primitif yang coba dihadirkan Xinran, juga cukup mampu menggugah emosi pembaca ke alam fantasi yang berbeda. Pembaca seolah dibawa untuk menemukan sebuah kehidupan tua, yang terpisah dari peradaban, di tengah zaman yang serba modernitas. Sebuah hubungan yang kuat antara alam dengan agama. Keluasan dan keheningan.

Serta budaya patriarki yang samasekali tidak berlaku. Dimana sebagian tugas-tugas wanita seperti menjahit, membuat pakaian dari lembaran-lembaran kulit dan bulu binatang dikerjakan kaum laki-laki. Bahkan Shu Wen sempat terperangah ketika mengetahui kaum wanita Tibet, diijinkan untuk memiliki suami lebih dari satu. Benar-benar sebuah kehidupan yang samasekali baru bagi Shu Wen. Dimana masyarakatnya memasrahkan diri sepenuhnya pada alam dan surga.

Pemakaman langit juga sarat dengan cerita dan mitos tentang dewa-dewa penjaga bumi, dewa perang serta legenda raja Gesar dan Putri Wencheng. ‘Ornamen’ lain yang juga cukup mampu menggugah rasa ingin tahu pembaca sekaligus menambah daya keagungan budaya kuno Tibet adalah kisah tentang pertapa tua penjaga danau, yang ternyata mengetahui keberadaan Kejun, suami Shu Wen. Kuil-kuil dengan para lama yang selalu melantunkan naskah-naskah suci kepercayaan Budha, berbagai perayaan suci masyarakat Tibet dan beragam “keanehan” lain yang mengajak pembaca untuk menyelami suatu kehidupan yang samasekali asing.

Sampai kapan Shu Wen mampu bertahan dalam keterasingan itu? Sampai kapan Shu Wen akan berkelana mencari Kejun, yang seolah lenyap tanpa petunjuk yang pasti? Seberapa banyak kehilangan dan kemenangan yang dilalui Wen dalam pengembaraannya di negeri tak bertuan? Selama apakah kekuatan cintanya akan bertahan? Dengan susunan terjemahan serta kosakata yang mudah untuk dipahami, rasanya pembaca tidak akan sulit untuk mengikuti setiap alur cerita.

Buku ini cocok untuk anda yang mencoba mencari tahu serta mempercayai kekuatan cinta. Sebuah buku yang luar biasa yang mengisahkan perjuangan seorang wanita yang luar biasa dan ditulis oleh seorang wanita yang juga luar biasa. Selamat menikmati dan selamat menyelami arti cinta sejati.

Mitha Laksono, Agustus 2008