23 Mei 2009

Lukisan untuk Ayah

Edit Posted by with 2 comments
Pulang malam, dan istriku menyambut tergopoh. "Tadi ditunggu Tia. Sekarang dia sudah tidur. Ada yang mau dipamerin," katanya. Kami bergegas ke ruang tengah, dan berdiri di whiteboard. "Tuh," kata istriku.

Di whiteboard, ada coret-coret full page. Dan yeah, rasanya memang seperti saat menerima iklan display atau advertorial fullpage. Melihat lukisan, tepatnya coretan Tia, tentang gunung, rumah, kelinci, ikan, dan kami ; aku, istriku, adik (yang masih 4,5 bulan dalam kandungan) dan Uti (neneknya Tia).

Jangan buru-buru berpikir, saya sedang kena demam 'ayah yang bangga pada polah anak'. Nggak lah. Tia, anak semata wayang kami, memang terus mengundang decak kagum bagi kami. Namanya juga anak sendiri. Tapi hari itu, kata istri saya, dia ngebut membuat lukisan di whiteboard. Seharian! "Dan dia ngebut buat dipamerin ke ayah," kata ibunya Tia.

Sedih juga. Semalaman saya menikmati coretan Tia. Semalaman. (ayahe tia)