17 September 2008

Cinta

Edit Posted by with 1 comment
Setiap kali melihat Cinta Laura, itu loh sosok yang kini sedang “kontroversial”, saya selalu ingin tertawa, dan bukannya sekedar tersenyum. Bukan karena Cinta Laura begitu lucu, imut-imut atau begitu istimewa sebagai seorang artis. Namun saya selalu memandangnya dari sudut yang lain. Lagi-lagi ini berkaitan dengan Tia kecil saya.

Semuanya bermula dari obrolan iseng geng Imut. Sekali lagi ini bukan pula sebuah geng yang anggotanya terdiri dari orang-orang Imut. Melainkan singkatan dari Ibu-Ibu Mutiara. Mutiara sendiri adalah tempat Tia bersekolah sekaligus tempat geng Imut dideklarasikan tanpa sengaja. Tentu saja akibat seringnya kumpul bareng di depan sekolah, sembari menunggu anak-anak pulang.

Waktu itu, seperti biasa, kami anggota geng yang beranggotakan empat orang sedang asyik ngumpul sambil ngobrol ngalor ngidul. Karena lokasi kumpulnya di pinggir jalan di seberang TK Mutiara, atau tepatnya di teras rumah penjual gado-gado, maka kami bebas mengomentari apa saja yang lewat di jalan depan rumah. Saat itu tiba-tiba melintas sebuah sepeda motor dengan pemandangan mencolok. Mungkin bagi sebagian orang, pemandangan itu adalah hal biasa saja. Tapi entah mengapa mulut kami gatal untuk tidak mengomentari pasangan yang tampak begitu “lengket” di atas motor tersebut. Benar-benar lengket dalam arti yang sebenarnya.

“Namanya juga cinta”, begitu F membuka percakapan pagi itu. “Iya, tuh. Masak-pagi-pagi berangkat sekolah sudah begitu. Ntar nggak sampai sekolah lagi”, T menimpali. Saya yang lagi asyik menikmati sepiring gado-gado masih belum berkomentar. Hanya manggut-manggut. “Oalah memangnya nggak pernah nyoba yang kayak gitu ya. Situ kan pernah muda juga”, R yang kabarnya dulu suka gonta-ganti pacar bicara sambil tersipu-sipu.

“Bener juga lo. Kalau cinta memang bikin orang gelap mata. Dunia rasanya cuma milik berdua”, F menimpali kembali. Waduh-waduh. Pagi-pagi ngomongin cinta. Sampai-sampai si penjual gado-gado yang masih pengantin baru, pipinya bersemu merah. “Tuh, kan. Bener nggak mbak? Cinta itu apa sih?”, saya mulai ikut-ikutan. “Saya nggak ngerti Mbak. Pokoknya rasanya udah pasrah aja diajak nikah. Mau dibawa kemana aja ngikut”, jawab si Mbak penjual gado-gado.

“Walah, kok pasrah gitu. Cinta ya cinta. Tapi jangan nyerah aja. Ntar kalah sama suami lo”, F yang suka kelewat tegas sama suami protes keras. “Ini bukan masalah menang atau kalah. Tapi seberapa besar arti cinta dan makna cinta”, T yang terkenal paling sensitif tidak mau ketinggalan.

Waduh. Topik jadi semakin panjang dan berat. Bisa-bisa menimbulkan pertikaian antar anggota geng. Untung belum sempat memanas, bel sekolah berbunyi. Itu tandanya anak-anak pulang dan kami harus menyudahi pertemuan hari ini. Kamipun membayar ongkos gado-gado masing-masing. Setelah saling berjanji untuk bertemu besok, kamipun berpisah. Tiba-tiba F yang belum puas berputar kembali dan berkata, “Besok kita harus sudah dapat jawabannya”. Setujuuuu.

Sore hari saya menemukan Tia tengah asyik memelototi teve sendiri. Saya mencoba melihat saluran dan acara apa yang tengah dinikmatinya. Ternyata Tia tengah serius mengikuti sinetron Upik Abu dan Laura di RCTI. Saya mencari remote teve dan mencoba untuk diam-diam mengganti channel. Dan benar-saja, Tia marah besar.

“Jangan diganti, Bu. Itu tadi aja. Bagus. Mbak Tia suka”

“Kenapa kok Mbak Tia suka yang tadi?”

“Iya, soalnya bagus”

“Bagusnya kenapa? Apa sih yang Mbak Tia suka?”

Tia diam. Sambil kebingungan mencari jawaban, akhirnya Tia berkata, “Nggak ngerti, mbak Tia”. Lalu sayapun menjelaskan padanya kalau itu adalah cerita untuk orang dewasa. Belum waktunya Tia boleh melihat sinetron tersebut, terbukti kalau dia belum bisa memahami benar isi ceritanya. Lalu channelpun saya ganti dengan saluran teve anak.

Tiba-tiba saya teringat percakapan dengan geng Imut pagi tadi. Iseng-iseng saya bertanya pada Tia, “Mbak Tia, tadi kan di sinetron ada yang bilang cinta. Mbak Tia ngerti nggak cinta itu apa?”. Tanpa saya duga, Tia tersenyum-senyum sendiri. Lantas dia menggelayut di lengan saya sambil berkata malu-malu, “Yaaaa, Cinta Laula itu tadi. Makanya tevenya diganti aja ya. Mbak Tia suka lihat Cinta Laula”. Oalah………dan Tiapun bersenandung “ baby baby my baby….”

1 komentar:

Manda La Mendol mengatakan...

Wah, Tia sok bule...ngomongnya Cincha Loula. Heheheh...


Genk Imut...wakakaka *lucuuuu