Sky Burial (Pemakaman Langit)
Xinran Xue | PT Serambi Ilmu Semesta
Dereten pegunungan dengan puncak bersalju, padang rumput maha luas tiada bertepi, kesunyian panjang dan kegetiran tiada akhir. Setidaknya itulah gambaran tantangan yang harus ditaklukkan di Negeri Tibet. Dimana Shu Wen, tokoh utama, seorang wanita tangguh dari China mencoba menemukan kembali cinta sejatinya.
Mereka harus berpisah karena sang suami ditugaskan sebagai Menba, dokter, untuk membantu korban perang di Tibet. Namun sejak saat itu Kejun, sang suami tak pernah kembali. Merasa penasaran dan disertai tekad yang begitu besar untuk menemukan keberadaan Kejun, Shu Wen memutuskan untuk pergi menyusul ke ranah perang.
Selama 30 tahun lebih pengelanaannya, Shu Wen mengalami berbagai cobaan dan ujian yang begitu mengharukan. Demi menemukan kembali sang suami, Shu Wen harus rela meninggalkan kehidupannya di China. Wen memutusan bergabung dengan dinas kemiliteran tempat suaminya ditugaskan, yang hendak dikirimkan kembali ke medan tempur Tibet. Namun begitu sampai di Tibet, Shu Wen ternyata tak langsung bisa bertemu dengan Kejun. Tanpa petunjuk apapun, buta segala informasi tentang gejolak politik maupun struktur kehidupan sosial budaya di Tibet, Shu Wen nekad mencari sang suami. Shu Wen yakin, Kejun belum mati.
Alam Tibet ternyata tak seramah yang Shu Wen bayangkan. Berkali-kali Shu Wen harus berhadapan dengan keganasan alam maupun kehidupan masyarakat Tibet yang terkenal bengis. Cerita seram tentang pemakaman langit, dimana sebuah mayat harus dibelah bagian-bagian tubuhnya untuk kemudian diserahkan pada burung naza. Burung-burung pemakan bangkai itu dipercaya masyarakat Tibet akan mampu mengantar arwah si orang meninggal ke surga.
Pola hidup primitif yang coba dihadirkan Xinran, juga cukup mampu menggugah emosi pembaca ke alam fantasi yang berbeda. Pembaca seolah dibawa untuk menemukan sebuah kehidupan tua, yang terpisah dari peradaban, di tengah zaman yang serba modernitas. Sebuah hubungan yang kuat antara alam dengan agama. Keluasan dan keheningan.
Serta budaya patriarki yang samasekali tidak berlaku. Dimana sebagian tugas-tugas wanita seperti menjahit, membuat pakaian dari lembaran-lembaran kulit dan bulu binatang dikerjakan kaum laki-laki. Bahkan Shu Wen sempat terperangah ketika mengetahui kaum wanita Tibet, diijinkan untuk memiliki suami lebih dari satu. Benar-benar sebuah kehidupan yang samasekali baru bagi Shu Wen. Dimana masyarakatnya memasrahkan diri sepenuhnya pada alam dan surga.
Pemakaman langit juga sarat dengan cerita dan mitos tentang dewa-dewa penjaga bumi, dewa perang serta legenda raja Gesar dan Putri Wencheng. ‘Ornamen’ lain yang juga cukup mampu menggugah rasa ingin tahu pembaca sekaligus menambah daya keagungan budaya kuno Tibet adalah kisah tentang pertapa tua penjaga danau, yang ternyata mengetahui keberadaan Kejun, suami Shu Wen. Kuil-kuil dengan para lama yang selalu melantunkan naskah-naskah suci kepercayaan Budha, berbagai perayaan suci masyarakat Tibet dan beragam “keanehan” lain yang mengajak pembaca untuk menyelami suatu kehidupan yang samasekali asing.
Sampai kapan Shu Wen mampu bertahan dalam keterasingan itu? Sampai kapan Shu Wen akan berkelana mencari Kejun, yang seolah lenyap tanpa petunjuk yang pasti? Seberapa banyak kehilangan dan kemenangan yang dilalui Wen dalam pengembaraannya di negeri tak bertuan? Selama apakah kekuatan cintanya akan bertahan? Dengan susunan terjemahan serta kosakata yang mudah untuk dipahami, rasanya pembaca tidak akan sulit untuk mengikuti setiap alur cerita.
Buku ini cocok untuk anda yang mencoba mencari tahu serta mempercayai kekuatan cinta. Sebuah buku yang luar biasa yang mengisahkan perjuangan seorang wanita yang luar biasa dan ditulis oleh seorang wanita yang juga luar biasa. Selamat menikmati dan selamat menyelami arti cinta sejati.
Mitha Laksono, Agustus 2008
01 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar